Tokoh oposisi Rusia Alexey Navalny, Rabu (13/1) mengumumkan ia akan kembali ke Moskow pada 17 Januari, mengakhiri masa penyembuhannya selama empat bulan di Jerman, di mana ia menjalani perawatan karena serangan racun yang dialaminya di Siberia pada Agustus lalu.
Keputusan Navalny untuk kembali ke negaranya itu disertai dengan risiko ancaman terhadap kelanjutan kebebasan dan keselamatannya.
Navalny menegaskan serangan Agustus lalu dilakukan oleh Dinas Keamanan Federal Rusia atas perintah Presiden Vladimir Putin, suatu tuduhan yang berulang kali dibantah keras oleh Kremlin.
Keputusan untuk kembali juga menyusul permintaan pengadilan yang diajukan otoritas penjara Rusia awal pekan ini untuk memenjarakan Navalny karena melanggar ketentuan dalam perjanjian bebas bersyarat terkait penangguhan hukumannya pada tahun 2014. Jika permintaan itu dikabulkan, ia akan menghadapi penangkapan dan hukuman penjara 3,5 tahun begitu ia kembali.
Selain itu, Komite Investigasi yang berpengaruh di Rusia pekan ini menyatakan telah membuka dua kasus kejahatan tambahan terhadap Navalny.
Dalam mengumumkan rencananya, Navalny bersikeras bahwa ancaman untuk memenjarakannya semata-mata merupakan upaya untuk memaksanya mengasingkan diri. “Masalahnya sama sekali bukan ‘kembali atau tidak,’” tulis Navalny di media sosial, di mana ia berpendapat bahwa ia diterbangkan ke Jerman karena satu alasan saja. “Mereka berusaha membunuh saya.” (VOA/uh/ab)
Konstitusi Oman Tetapkan Putra Tertua Sultan sebagai Putra Mahkota
Calon Kapolri Diharap Mampu Selesaikan Berbagai Permasalahan
Tanker Korsel, Azis Syamsuddin: Selamatkan ABK Indonesia
Tanker Disita, Korsel Upayakan Solusi Diplomatik dengan Iran
Komisi II DPR akan Evaluasi Pilkada Serentak 2020
Polda Sulteng Kirim Personil Bantu Penanganan Gempa di Sulbar
Harry Lim, Warga Indonesia yang Jadi Produser Jazz di Amerika
Gempa 6,2 di Sulbar, BPBD Masih Lakukan Pendataan
Gempa di Sulbar: 8 Meninggal, Ratusan Warga Majene Luka-luka
Jadi Calon Tunggal Kapolri, Komjen Listyo Sigit Didukung Idham Azis